Minggu, 19 Januari 2014

TUGAS PANGGILAN PENATUA DALAM JABATAN GEREJAWI



PENATUA SEBAGAI JABATAN GEREJAWI
(APA DAN SIAPA PENATUA DI DALAM KEHIDUPAN)


Apa dan Siapa Penatua?
Penatua adalah satu jabatan gerejawi, yang dimunculkan demi memperlancar pelayanan penggembalaan, pengajaran dan penerapan disiplin dalam kehidupan jemaat. Dalam Perjanjian Baru, istilah Penatua diadopsi dari satu jabatan yang ada di Sinagoge Yahudi. Di lingkungan Yahudi, setiap Sinagoge memiliki badan penatua yang terdiri dari pemimpin, ahli-ahli taurat dan imam-imam besar (Kis 4: 5-8:23). Istilah dan jabatan penatua (Yunani: Presbyteros), sebagai jabatan gerejawi pada jemaat lokal (mula-mula) dalam Alkitab pertama sekali ditemukan di Jemaat Yerusalem, yakni pada waktu pengumpulan bantuan bagi orang Kristen Yahudi yang mengalami kelaparan (Kis 11 :30).
Penatua adalah jabatan yang diemban atas penunjukkan Rasul, Jemaat, yang dilihat sebagai perpanjangan tangan Tuhan Yesus. Itulah sebabnya kuasa Penatua adalah kuasa Rohani atau Kuasa Firman dan bertanggung jawab pada Allah secara langsung.  Penatua adalah jabatan yang diemban secara sukarela, tanpa paksaan dan bukan jabatan untuk memperoleh keuntungan karena jabatan ini tidak memilik sistem penggajian, dan bukan juga diterima oleh karena ikut-ikutan, tetapi harus betul-betul menerima dan melaksanakan tugas kepenatuaan itu secara tulus dan sukarela (bnd. 1 Petrus 5: 2). Penatua adalah rekan sekerja pendeta dan pelayan tahbisan lainya dalam gereja yang bertugas untuk memperlengkapi seluruh warga gereja untuk membangun gereja dan mendewasakan iman warga gereja (band Ef 4:11-16). Oleh karena itu penatua adalah pelayan yang melayani bukan untuk dilayani, sebagaimana Kristus datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani (bnd Markus 10:45).
Siapakah Penatua? Seorang yang terpanggil dan diproses untuk menjadi seorang pelayan yang pada hakikatnya mengemban suatu tugas panggilan spiritual (kerohanian). Dalam mengemban tugas panggilan itu telah dipercayakan untuk secara formal melaksanakan tugas panggilan sebagai hamba Tuhan yang melayani jemaat. Pelayanan seorang Penatua tidak bersifat individual, tetapi dilaksanakan bersama-sama dengan para penatua yang lain dan juga bersama dengan Pendeta. Oleh karena itu syarat utama untuk melaksanakan tugas kepenatuaan adalah mengutamakan kualitas rohani yang baik yang dapat diteladani, serta mampu bekerja sama dengan para Penatua dan Pendeta. Dalam mengemban tugas kepenatuaan, setiap pribadi akan menerima kuasa yang bukan kuasa jabatan, kuasa militer, kuasa IPTEK, kuasa Ekonomi (kekayaan), atau kuasa adat,  melainkan “Kuasa Spiritual” yaitu Kuasa Roh dan Firman.  Seorang Penatua tidaklah cukup hanya mengajar, tetapi juga harus dapat menjadi penasehat yang bijaksana dan teladan dalam kehidupan sehari-hari oleh karena makna (arti) seorang yang dipanggil untuk menjadi Penatua bukan hanya saat dia bertugas di gereja; tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari, dia harus senantiasa mencerminkan sebagai seorang hamba/pelayan Tuhan di dalam kehidupan keluarga, pekerjaan, dan lingkungan sekitar.  Nasehat Firman Tuhan yang perlu diperhatikan Penatua adalah: “Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang. Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau” (I Tim. 4:15-16). Norma untuk pemberitaan Firman dan pelayanan yang dilaksanakan oleh Penatua bersama pelayan yang lain adalah  Norma Pertanggungjawaban kepada Tuhan.[1]

Munculnya Jabatan Penatua Pada Gereja di Tanah Batak
Dalam jemaat pertama yang didirikan oleh Nomensen, dihunjuklah 4 orang dari warga jemaat untuk membantu dalam bidang penggembalaan, perawatan orang sakit dan dalam pelayanan Firman. Mereka dihunjuk bukan karena sudah dididik, melainkan mereka menjalankan tugasnya atas penilaian Nomensen mengikuti pola pemilihan penatua di Perjanjian Baru, dimana para rasul yang memilih dan menetapkan penatua. Pada pelaksanaannya, mereka yang dipilih menjadi penatua, menjalankan tugasnya dengan sukarela tanpa imbalan gaji. Ketika penginjilan makin menyebar di daerah Silindung, diangkatlah dua orang penatua untuk setiap kampung. Mereka berperan penting untuk pengembangan pekabaran injil dikampungnya. Selain itu mereka juga ditugaskan untuk mengunjungi kampung-kampung disekitarnya (yang belum Kristen), melakukan kunjungan keluarga pada anggota jemaat di wik/daerahnya, sambil berusaha mencari domba yang hilang yang belum percaya di kampung lain. Lothar Scheider merumuskan peranan para penatua: Di kampung yang kebanyakan penduduknya masih parbegu, para penatua itu mewakili gereja. Di kampung-kampung yang didalamnya telah didirikan jemaat-jemaat cabang, kehidupan jemaat berkisar atau bertumpu pada penatua yang menjadi “gembala”  dari jemaat-jemaat itu. Dalam dasawarsa pertama tak terbayangkan betapa beratnya menjadi penatua jemaat karena hal itu berarti menjadi pembantu zending dalam mewujudkan kehadiran Injil. (Screiner Lothar, Injil dan Adat, hlm. 49-50).
Dalam perkembangannya hingga masa gereja modern saat ini jabatan penatua menjadi salah satu pelengkap penting dalam tugas pelayanan di gereja meski beberapa gereja memiliki peraturan yang berbeda dalam cara pengangkatannya. Dalam pemanggilan dan pemilihan penatua, GKPI memberlakukan sistem pemilihan penatua yang diusulkan oleh warga jemaat yang ada dalam Wijk/sektor/lingkungan yang bersangkutan kepada Pengurus Harian Jemaat untuk seterusnya diajukan kepada pendeta agar diteliti sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Setelah dinyatakan sesuai dengan persyaratan, maka akan diadakan pembinaan bagi calon penatua minimal 1 tahun dan maksimal 2 tahun dengan meliputi materi yang sudah ditentukan. Setelah menjalani masa proses pembinaan, maka baru dapat dilaksanakan penahbisan menjadi Penatua yang mana jabatan kepenatuaan itu akan berlaku seumur hidup.[2]

Siapakah Penatua Dalam Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI)?[3]
1. Mereka adalah Pelayan dalam Gereja untuk memperhatikan keadaan anggota jemaat yang dipercayakan pada pelayanan mereka. Supaya mereka menegur saudara-saudara yang kelakuannya menyimpang dari ajaran Tuhan kita, atau memberitahukannya kepada BPH Jemaat dan Pendeta, supaya mereka turut berusaha memperbaikinya.
2.  Membimbing warga jemaat, supaya rajin mengikuti setiap kebaktian. Dan kalau diantara mereka ada yang malas, supaya ditanya apa sebabnya.
3.   Membimbing anak-anak supaya rajin datang ke Sekolah Minggu.
4. Mengunjungi orang-orang sakit, dan menolong mereka sesuai dengan kemampuan, tetapi yang terpenting ialah mengingatkan Firman Tuhan kepada mereka dan mendoakan mereka.
5. Menghibur yang berdukacita karena kemalangan atau kesengsaraan, supaya mereka memperolah pengharapan yang hidup dalam Tuhan
6. Membimbing orang-orang yang sesat dan penyembah berhala, supaya mereka mengaku kesalahannya dan bertobat; agar mereka turut memperoleh hidup yang kekal di sisi Tuhan.
7. Membantu mempersiapkan segala keperluan pelayanan dalam peribadatan, persembahan dan berbagai usaha untuk kemuliaan Nama Tuhan.
     Demikianlah penatua itu memiliki identitas dan tugas-tugas yang jelas sebagai Hamba (Pelayan) Tuhan, yang bekerja demi dan hanya untuk kemuliaan Nama Tuhan. Selamat Melayani Tuhan, dan tunaikanlah tugas pelayananmu!

(materi sajian dalam pembinaan Calon Penatua di GKPI Pandan Makmur, Ressort Jambi, Wilayah SUMBAGSEL, Juni 2012)                                           
Created By: Vik. Jefri Putra Tampubolon, S.Th.


[1] Lih.  Pokok-Pokok Pemahaman Iman GKPI, Bab. XII tentang Jabatan Gerejawi, point 5.
[2] Lih. “Syarat-Syarat Menjadi Penatua” dalam Kumpulan Peraturan GKPI,  BAB 22, hlm. 129-132
[3] Lih. “Uraian Tugas Penatua” didasarkan pada Agenda GKPI, hlm. 90

1 komentar:

  1. syalom Bang..
    saya mau bertanya, apa kendal penatua yang umum sebagai tantangan/hambatan dalam merealisasi tugas pelayanannya yang berdasarkan Agenda GKPI. Tolong direspon bang, mau memenuhi tugas kulia..
    mauliate parjolo abang..

    BalasHapus